Filosofis, Agama, Atau Urusan Perut
Diposting oleh Admin pada Jum, 12/09/2014 14:10 WIB


Dalam diskusi pro-kontra open source versus proprietary, saya mempertanyakan mengapa wacana diskusi hanya pada tataran senang atau tidak senang terhadap produk tertentu, bukankah ada tujuan yang lebih utama dalam pemanfaatan teknologi informasi? menanggapi pertanyaan saya, Mas Budi Rahardjo dalam milist technomedia menyatakan "Pemilihan produk atau teknologi yang dipilih itu ternyata tidak hanya terbatas di sisi teknis saja, akan tetapi sudah mengarah kepada filosofi. Ibaratnya pemilihan teknologi ini seperti pemilihan AGAMA.

Selanjutnya Mas Budi menyatakan, semua agama tentu tujuannya baik, tetapi kita memiliki agama yang berbeda-beda. Tentu saja masing-masing merasa bahwa agama dia yang paling benar. Jadi, meskipun tujuannya sama namun tetap akan ada perdebatan mengenai perbedaan itu. Jadi perdebatan Linux vs Microsoft bukan sekedar masalah rejeki akan tetapi masalah filosofi (Open Source vs. Proprietary).

Pada bagian akhir pernyataan Mas Budi mengatakan, Nah sekarang yang diperebutkan adalah orang-orang untuk mengikuti "agama TIK" kita. he he he. Oh ya. Dalam satu agamapun ada madzhab yang berbeda. Di Linux ada yang seperti ini juga. he he he. Misalnya ada yang suka Debian, Redhat, Slackware, Suse, ... dst.

Mencermati pendapat mas Budi saya melihat jika diskusi mengarah kepada aspek filosofi dan di-analogikan seperti agama, maka pertama, pada tataran filosofi, biasanya diskusinya fokus pada konsepsi, penalaranan, teoritis, metoda pemikiran, dan pengembangan keilmuan. lha dari yang saya baca di milist ini, ramenya hanya pada tataran aplikasi (baca penerapan suatu teknologi) yang kemudian terjebak pada isu-isu sempit. Saya ingat Mas Budi sempat ulas buku Cathedral and Bazaar (?) saya belum sempat baca cover to cover, hanya sekilas saja, rasanya buku-buku semacam inilah yang dapat menjadi titik tolak bagi pegiat open source (OS) ketika hendak berwacana pada tataran filosofis. Mungkin para teknolog (mengutip istilah yang dikemukakan oleh rekan Adi Indrayanto) masih lebih suka baca "bit and byte", yang terkesan heroic dan techiest. Adapun saya (yang sudah bukan teknolog) lebih suka baca bukunya John Mingers and Leslie Willcocks eds (2004) "Social Theory and Philosophy for Information System" dan karya James W. Cortada (2002) "Making The Information Society" (yang keduanya tidak ada nuansa heroic sama sekali, buku pertama kajian filosofis, buku kedua tentang know how, praktikal).

Kedua, jika dianalogikan seperti AGAMA, ada wajah lain dari agama yang barangkali berbeda dengan pergerakan open source dalam "melawan" hegemony proprietary. di lingkungan agama dunia, yang minoritas relatif stabil, sedangkan yang majorias sangat dipenuhi dengan dinamika bahkan pertentangan mengenai how to build a good society (dalam pengertian luas). yang disebabkan oleh adanya perbedaan pemahaman dan kepentingan politik. sementara itu di kancah system operasi komputer, kejadiannya terbalik, yang mayoritas (baca:penguasa pasar) tampil anggun, menjalankan strategi bisnis secara terencana, terukur dan terkendali, lobby-lobby politik dan bantuan ekonomi dilakukan di banyak negara, citra sebagai korporasi yang baik selalu diupayakan. sebaliknya pegiat open source (yang secara agregat masih dapat dikatakan sebagai minoritas) berbisnis layaknya organisasi LSM, bukan seperti lazimnya pelaku bisnis profesional. entrepreneurship memang menonjol dalam kiprah pegiat open source, namun entrepreneurship saja tidaklah cukup dalam industri ICT yang semakin kompetitif.

ketiga, di dalam AGAMA samawiyah, yang muncul belakangan (Islam) ternyata mendapat respon dan dianut oleh majoritas penduduk dunia, sementara yang diwahyukan sebelumnya (Kristen dan Yehuda) dianut oleh relatif kecil dibandingkan yang diwahyukan sesudahnya (Islam). mengapa hal ini terjadi, mungkin ahli sejarah agama lebih mahir untuk menjelaskan dari pada saya. dalam konteks sistem operasi komputer, keadaannya terbalik. proprietary (dalam hal ini MS) yang datang lebih dulu mampu bertahan dan malahan menjadi penguasa pasar.

dikatakan full proprietary sebenarnya juga tidak. jika boleh dibagi dalam kelompok, kelompok proprietary Operating System (O/S) generasi pertama adalah ketika mulai dibuatnya O/S untuk mendukung komputer, pada generasi ini semua O/S komputer adalah proprietary (karena hanya ada satu jenis). ketika komputer sudah masuk ke ranah industri komersial, masing- masing produsen membuat pembeda dari produsen komputer lainnya. hal inilah yang mendorong munculnya proprietary O/S generasi kedua, yang dapat dilihat dari adanya berbagai merek komputer dengan O/S yang spesifik, satu komputer tidak dapat berbicara dengan komputer merek lain. bagi mereka yang tahun 1970-1980an sudah belajar komputer mungkin masih ingat masing-masing merek punya O/S sendiri (saya dulu pakai PRIMOS, O/S-nya Prime computer). melihat akibat dari islandisation of O/S ini malah merugikan pengguna komputer, mulailah muncul UNIX yang diharapkan bisa menjadi "jembatan" bagi berbagai proprietary software. kompatibilitas dan konektivitas menjadi isu penting dalam UNIX. di Jakarta, mereka yang sudah bergiat di bidang komputer pada tahun 80-an hingga awal 90-an mudah-mudahan ingat ada organisasi INDONIX (Indonesian Unix User Society). Nah kembali ke generasi proprietary, MS muncul sebagai O/S generasi ketiga dengan ide mengatasi kendala yang timbul pada mesin-mesin besar, kalau tidak boleh dikatakan mencuri ide-nya UNIX. kompatibiltas dan konektivitas inilah yang digotong MS pertama kali. apapun komputernya O/S-nya MS. demikian kira-kira bahasa iklan meniru iklannya produk teh botol. jika kita cermati, dibalik visi bill gates (apapun komputer-nya, O/S-nya MS) terkandung masalah keterbukaan system (open system). open system inilah isu yang rame ketika mulai muncul UNIX dan sayangnya yang berhasil meraih sukses dalam skala besar hanya MS.

perkembangan selanjutnya, karena MS berdomisili di amrik yang menghargai dan melindungi karya cipta, mendorong inovasi dengan memberikan reward bagi para inovator, percaya bahwa kemakmuran sosial ekonomi dapat tercapai dari karya-karya penemuan, inovasi dan kompetisi sehat, maka MS tumbuh bak jamur di musim hujan. pertumbuhan me-raksasa ini menjadikan yang semula "terbuka" menjadi diusahakan "tertutup" kembali melalui mekanisme penerapan dan enforcement IPR. di banyak negara yang siap dengan dan mengantisipasi gelombang "penutupan kembali karya cipta yang semula terbuka" membuat kebijakan yang menguntungkan masyarakatnya, Bli Made bisa cerita bagaimana Jerman membuat kebijakan ini. pada tataran kebijakan, isu utama bukan pada pilihan "A" atau "B" atau lainnya, namun bagaimana pemerintah dan masyarakat penguna komputer dapat memanfaatkan komputer secara legal, bermartabat, bermanfaat, produktif, aman, efisien, efektif, dan mampu meningkatkan daya saing negara.

di AGAMA berlaku ketentuan "meng-AGAMA-kan orang yang sudah beragama itu tidak etis, bahkan diangap musuh (penganut) AGAMA. dulu di kampung saya ada misionaris yang hampir mati dikeroyok karena dianggap merekrut penganut AGAMA tertentu (yang relatif miskin) untuk pindah ke AGAMA yang dibawa misionaris, dengan bantuan pangan dan obat-obatan. Sangat sensitif. Lah kalau di O/S komputer, "me-Linux-kan orang yang sudah ber-MS" dipandang hal biasa. bagi sementara kalangan malah wajib. sementara teman-teman MS memiliki misi "memelekkan orang yang belum melek komputer". jika kalimat saya ini benar, mana yang lebih mulia?

beberapa bulan lalu di Warta Ekonomi saya menulis kolom dengan judul "Be Legal". di sarasehan guru telematika se indonesia di semarang selasa 27 agustus 2007 lalu ketika menjawab pertanyaan peserta tentang apakah harus pilih Open Source (OS) atau proprieatry (MS) saya jawab, ada dua level isu: pertama berkaitan dengan dunia internasional, martabat bangsa, governance, jawabnya "Be Legal", kedua untuk menjadi legal Anda punya pilihan, mau yang berbayar atau yang free domain. yang berbayar bisa yang murah (atau gratis, tidak diharuskan membayar) atau yang mahal. yang murah atau gratis bisa diperoleh jika Anda (para guru pengajar dan pengelola unit telematika di sekolah) bisa rame - rame didukung pemerintah dan asosiasi minta harga discount, atau minta donasi kepada produsen proprietary sebagai realisasi Corporate Social Responsibility (CSR). yang mahal tidak usah dibahas. mau yang free domain? tinggal download Ubuntu, Debian, Redhat, Slackware, Suse, dll. dari Internet. Yang penting LEGAL.

Source :http://maswig.blogspot.com/2012/10/filosofis-agama-atau-urusan-perut.html


Artikel ini sudah dibaca oleh : 1195 pengunjung

Whistle Blower System