Telah memasuki 2 hari terakhir sebelum Hari Idul Fitri, masjid PT Bakrie Pipe Industries telah mengadakan tausiah bulan Ramadhan untuk kali terakhirnya di tahun ini. Tema terakhir yang telah dibawakan di waktu setelah sholat dzuhur tadi, yaitu “Zakat, Infaq, dan Shadaqah”. Sama seperti hari-hari sebelumnya, melalui laman Suara Pipa ini, penulis akan menghadirkan pembahasan tambahan terkait tema hari ini, disertai dengan sudut pandang filosofisnya. Mari beralih ke bagian pembahasannya!
Makna zakat. infaq, dan shadaqah
Sesuai penetapan tanggalan yang dinyatakan dalam hadits, selaras dengan momen menyambut Hari Idul Fitri, masyarakat umat muslim mulai bersiap-siap untuk menunaikan ibadah zakat, infaq, serta shadaqah. Ketiganya seringkali disalah-artikan sebagai suatu bentuk ibadah yang sama, namun faktanya, ketiga hal tersebut jelas berbeda. Di sini penulis akan memberikan pemaparan singkat terkait perbedaan diantara masing-masingnya!
Kata zakat telah diadopsi dari bahasa Arab, kata zakā, yang berarti “suci, tumbuh dan berkembang”. Mengacu pada arti itu, dalam bentuk pendefinisian yang lebih kompleks, zakat dapat merujuk pada wujud harta yang wajib disisihkan untuk kemudian diberikan kepada pihak yang berhak (seperti fakir, miskin, mualaf, orang yang terlilit hutang, sabilillah, memerdekakan budak, orang dalam perjalanan, dan amil zakat) dengan maksud khusus untuk membersihkan serta mensucikan.
Sama halnya dengan zakat, kata infaq juga telah diadopsi dari bahasa Arab, dari kata anfaqa yang berartikan “mengeluarkan atau membelanjakan harta”. Menurut terminologinya, infaq merupakan aktivitas menyisihkan sebagian harta untuk suatu kepentingan tertentu yang telah dinyatakan dan diperintahkan oleh Islam (seperti menafkahi keluarga, membantu dana untuk yatim piatu, fakir miskin, menyumbang untuk operasional masjid, atau menolong orang yang terkena musibah).
Sama pula dengan dua kata sebelumnya, bahasa Arab telah melahirkan kata shidqoh yang kemudian disubstitusikan ke dalam bahasa menjadi shadaqah, yang berartikan “benar”. Menurut tafsiran para ahli agama, umat yang gemar bersedekah merupakan wujud pengakuan kebenaran atas keimanannya. Dalam bentuk pendefinisian yang lebih luas, shadaqah adalah bentuk pemberian dengan sifat “sukarela” kepada mereka yang dianggap “membutuhkan” tanpa terikat dengan adanya batasan nominal, batasan jenis material, maupun batasan waktunya.
Sisi Filosofis
Dalam penyederhanaan bentuknya, zakat, infaq, serta shadaqah merupakan aktivitas beri-memberi suatu barang yang mempunyai nilai. Jika diperhatikan dengan lebih seksama dan merinci, proses beri-memberi itu dapat mendekatkan pihak-pihak yang terlibat dalam pendistribusian barang yang rata. Apa maksudnya? Mari kita singgung kembali bahwa dalam konteks ini, mereka yang mampu (memiliki harta berlebih) tersebut wajib/dianjurkan/disunnahkan untuk memberi sebagian hartanya kepada mereka yang berhak. Dalam bentuk lain, pernyataan tersebut dapat bertransformasi menjadi, mereka yang mampu secara proses diwajibkan/dianjurkan/disunnahkan untuk memberi kepada mereka yang tidak mampu. Bila aktivitas beri-memberi sudah dianggap sukses untuk dilaksanakan, sebagai output-nya, dapat terlihat bahwa kesejahteraan masyarakat (secara finansial maupun material) akan nampak kunjung merata. Tak hanya itu saja yang dapat kita pelajari terkait bahasan ini, meratanya kesejahteraan akibat adanya proses beri-memberi, di saat yang bersamaan dapat memperlihatkan proses terciptanya wujud solidaritas antar umat muslim.
(sumber:https://purbalingga.kemenag.go.id/apa-itu-zakat-dan-apa-pula-perbedaannya-dengan-infak-dan-sedekah/)
Arsip Hikmah Baihaqi